Jumat, 12 November 2010

Jalan-Jalan Geje - Part II: Pacitan

Perjalanan menuju kota Pacitan tentunya berada di luar rencana. Setelah melihat jalan tembus dari pantai Srau ke pantai utama, ternyata untuk menuju ke pantai ini (juga pantai Watu Karung) lebih baik menggunakan jalan utama (bukan jalan dari pantai Klayar) karena jalannya lebih enak. Sepanjang perjalanan, yang dicari adalah.... tanda menjaga kebersihan tentang larangan buang BAB sembarangan yang unik. Soalnya ketika berangkat menemukan tanda yang memakai kata-kata berbahasa Inggris. Ternyata tanda tersebut semakin sulit ditemukan ketika menuju ke kota Pacitan.

Jika terus melewati jalan, maka nantinya akan tembus ke teluk Pacitan, sayangnya tidak ada spot yang cukup bagus untuk mengambil gambarnya dari atas. Setelah sampai di bawah saya langsung merasa bahwa telah keluar dari pegunungan Sewu yang didominasi oleh karst. Yang pertama kali dicari adalah alon-alon. Ketika berhenti di suatu traffic light, tiba-tiba ada yang tanya, dan ternyata adalah seorang bule. Dia bertanya "Where's the center". Karena kaget tiba-tiba ditanya bule, tanpa menyiapkan logat langsung menjawab "I dunno", dengan logat Jawa yang sangat kentara terdengar. "I never came here before." Sepertinya dia adalah bule yang ada di pantai Srau, namun kali ini yang mengendarai adalah bule cewek (yang tanya cowok). Ketika lampu hijau, bule ceweknya terlihat sulit menjalankan motornya, sepertinya giginya masih normal (doh).

Sesampainya di alon-alon ya cuma lewat saja, enath mau ngapain. Waktu menunjukkan jam 4, tapi sepertinya kota ini sudah sepi banget. Ketika berada di lampu merah yang bila ke kiri ke Ponorogo, kanan ke Solo, dan lurus ke Trenggalek, saya menanyakan arah ke teman saya, "Mau belok mana?" Ternyata teman saya menunjuk ke arah Ponorogo. Ya sudahlah pikir-pikir mau melihat jalan walau saya tahu kalau nantinya jaraknya akan jauh banget.
Kota 1001 Goa
Awal perjalanan ke Ponorogo jalannya di sana-sini sedang ada perbaikan dan yang saya lihat di depan adalah gunung-gunung. Setelah beberapa kilometer, saya melihat sungai yang mengalir di antara bukit-bukit. Sungai tersebut terlihat mengalir membelah bukit-bukit yang ada. Dan saya berpikir jangan-jangan jalannya akan berada di pinggir sungai tersebut. Benar saja, ternyata jalan yang harus saya lalui adalah jalan di pinggir bukit yang digerus dengan sebelahnya berupa sungai yang meliuk-liuk (jalannya juga). Jalan yang ada pun kebanyakan rusak. Sungai tersebut nantinya bermuara di teluk Pacitan (gak tahu nama sungainya, malas cari tahu).

Di suatu titik (sepertinya di Kecamatan Arjosari) terdapat bagian jalan yang hampir semuanya terendam air (saat itu hujan) hanya sedikit bagian yang dekat bukit yang tidak terendam. Di depan terdapat mobil yang melaju tapi menghindari genangan yang ada (saya masih berada beberapa meter dari genangan). Ketika saya berada di daerah genangan, tiba-tiba muncul truk yang cukup kencang yang juga akhirnya juga melaju di bagian kanan (bagian jalur saya). Hasilnya sekujur tubuh saya terkena cipratan (sial, ada yang masuk ke dalam lagi).
Salah satu pesan tentang Kebersihan
Beberapa kilometer dari titik tersebut, ketika saya melaju terlihat orang-orang melihat ke atas yang ternyata ada guguran tanah dan batu (awalnya berpikir ada orang yang nglemparin batu dari atas). Beberapa meter kemudian terlihat bongkahan batu yang menutupi jalan (sebelumnya tidak terlihat karena terhalang-halangi bukit tersebut). Saya lalu melaju di sebelah kanan dan orang-orang yang menonton berteriak (gak begitu terdengar) dan membuat saya berhenti. Ketika saya berhenti teman saya langsung turun dan berlari, saya yang tadinya tenang-tenang saja langsung panik gara-gara melihat teman saya lari.  Motor langsung saya putar tanpa memundurkannya walau sudah mepet banget dengan pinggir jalan (sudah masuk jalan tanah). Ternyata kalau hujan memang sering terdapat guguran di lokasi tersebut.
Sungai yang menemani sepanjang jalan
Jika melaju di jalan raya Pacitan-Ponorogo ketika hujan, maka akan terlihat air terjun kecil yang mengalir (tidak terlalu bagus). Beberapa kilometer dari lokasi guguran, akan ada jalan yang benar-benar sempit yang sepertinya hanya muat untuk sebuah mobil (di kiri tebing, di kanan sungai). Saya sempat berpikir kalau malam hari bagaimana bis bisa lewat ya kalau tidak ada yang ngatur, siapa yang harus mengalah. Setelah itu di lokasi lain terdapat tambang-tambang pasir (atau apa?) yang warnanya tetap putih walau terkena hujan (???) yang sialnya pasir-pasir tersebut diletakkan di pinggir jalan (bahaya banget, bisa buat kepeleset kendaraan). Ketika sampai Slahung (Kabupaten Ponorogo), saya bersyukur karena telah melewati jalan tersebut.

Melewati jalan Pacitan-Ponorogo benar-benar bikin malas. Kalau tidak terpaksa saya tidak akan melewati jalan tersebut lagi apalagi kalau hujan.



1 komentar:

Anonim mengatakan...

Nama sungainya itu sungai Grindulu.
Sebenarnya yang dipinggir jalan itu bukan pasir, tapi marmer muda. karena waktu itu sudah gelap jadi gak terlalu terlihat

Posting Komentar

Silakan bertanya sepuasnya, apabila ingin tahu lebih jauh silakan PM saya