Jumat, 12 November 2010

Jalan-Jalan Geje - Part III: Madiun

Setelah melewati gunung-gunung, akhirnya sampai di kabupaten Ponorogo. Karena sudah malam dan bensin sudah menipis, akhirnya tujuan utama adalah mencari pom bensin. Di jalan sempat terlihat masjid yang cukup besar yang ternyata adalah bagian dari pondok Gontor (Baru tahu kalau pondok Gontor banyak cabangnya). Sesampainya di Ponorogo (saat itu ada beberapa titik yang banjir), ada niatan untuk bermalam di kota ini sambil melihat-lihat kota Ponorogo. Namun saya yang ingin melanjutkan perjalanan tetap melanjutkan perjalanan yang ada (hak sopir :p) menuju kota Madiun.

Madiun Square
Ternyata Ponorogo ke Madiun tidak terlalu lama, padahal di peta terlihat cukup jauh (mungkin efek jalan lurus yang datar). Perjalanan Ponorogo - Madiun tidak ada yang menarik karena sudah malam. Sesampainya di Madiun tentu saja mencari makan terlebih dahulu. Diputuskan untuk mencari makan di alon-alon dan segera mencarinya. Ketika di persimpangan alon-alon saya malah melalui jalur yang salah dan harus mencari jalan memutar. Selain memutar, saya sekaligus mencari warnet yang nantinya akan dipakai untuk tempat menginap (malas nginap di hotel) yang menjadi alternatif terbaik untuk orang bokek dan masih punya malu (alternatif lainnya masjid, stasiun, rumah sakit). Setelah menemukan satu langsung menuju ke alon-alon. Di jalan yang dilewati terlihat tulisan Madiun kota Gadis (perdagangan dan industri maksudnya).

Alon-alon kota Madiun cukup ramai dengan orang, baik yang pacaran, cari makan, ngobrol gak jelas, dll. Setelah makan, langsung dihabiskan dengan nongkrong gak jelas di suatu sudut yang di sana sedang ada bapak-bapak dan ibu-ibu ngrumpi (ngomongnya cukup serius karena ada yang ngomong duit 5M). Karena sudah cukup larut, maka dilanjutkan menuju warnet yang diincar. namun setelah dilalui, kok merasa warnetnya gak ada ya dan harus mengambil jalan memutar. Usut punya usut, ternyata warnetnya sudah tutup (doh) sehingga harus mencari tujuan lain. Di jalan dekat stasiun, akhirnya menemukan sebuah warnet dengan tanda 24 jam. Warnetnya berdiri di bangunan tua dengan gaya khas bangunan Cina tempo dulu.
Tempat Pijat Refleksi
Niatnya sih ngenet dan nantinya ditinggal tidur, tapi ternyata kursinya kurang nyaman buat tidur dan beberapa jam pertama orang-orangnya pada ribut teriak-teriak main CS. Ketika waktu menunjukkan jam setengah tiga pagi dan saya masih berusaha untuk tidur, sudah tidak ada orang lain yang ngenet dan warnetnya terdengar mau ditutup. Karena merasa diusir secara halus, maka saya melanjutkan perjalanan ke stasiun yang tidak jauh dari sana. Ternyata di stasiunnya tidak ada kursi tempat nunggu sehingga harus berusaha tidur di lantai. Ketika sudah hampir bisa tidur, teman saya membangunkan saya karena sudah jam 4 dan sudah waktunya untuk sholat Subuh. Ketika melintas di depan warnet, ternyata warnetnya sudah tutup, 24 jam apanya.

Langsung saja saya menuju masjid di dekat alon-alon yang sedang dibangun untuk sholat. Niatnya setelah sholat saya jalan-jalan sebentar sampai cukup terang supaya lampunya dimatiin dulu, tapi sayangnya teman saya tidak mau karena kecapekan, terpaksa saya ngikut. Beberapa saat kemudian ada takmir yang mematikan lampu, saya yang merasa tidak enak langsung bangun dan keluar.
Madiun di pagi hari
Motor ditinggal di masjid saya berjalan-jalan di alon-alon sambil melihat-lihat warga yang berolahraga. Alon-alon Madiun ternyata cukup menarik, di dua sisinya terdapat peta kota Madiun di suatu sisi juga terdapat toilet umum yang dapat ditarik mobil (seperti gandengan truk tapi memiliki roda). Di alon-alon juga terdapat jalur lari-lari atau jalan-jalan yang dibuat berputar-putar. Yang paling menarik adalah adanya jalur pijat refleksi yang disusun dari batu-batu penghias aquarium dan panjang lintasan lebih dari seratus meter. Saya mencoba berjalan di sana dan merasa kesakitan karena terdapat batu-batu yang diberdirikan (bukan ditidurkan). Di tengah jalan baru 'ngeh' kalau yang memakai tempat tersebut kebanyakan orang tua yang sepertinya sarafnya sudah kurang peka. Saya yang masih muda belum ada setengah jalan aja sudah hampir menyerah karena merasa kesakitan, tapi karena ada orang tua yang berjalan dengan entengnya (jalan biasa) yang sepertinya tidak merasa kesakitan membuat saya semangat untuk merampungkannya (apalagi sandal ditinggal di ujung jalur yang ada).

Setelah cukup puas berjalan-jalan, langsung mencari makan. Niatnya mau beli pecel Madiun, tapi kok yang jualan sudah menghilang ketika ingin dibeli, terpaksa beli soto babat. Harga satu porsi soto Rp 4000, tempe Rp 500, dan teh anget Rp 500, cukup untuk mengisi perut saya (walau porsi segitu sebenarnya masih jauh dari cukup). Setelah makan, tujuan selanjutnya adalah masjid, apalagi kalau bukan buat tidur, hehe. Akhirnya di masjid ini saya bisa tidur walau cuma satu jam karena teman saya merengek ingin segera cabut, saya sebenarnya ogah-ogahan, tapi ya mau gimana.

Soto Babat
Setelah dari Madiun tujuan berikutnya adalah Trinil di Ngawi, tapi setelah menempuh sepanjang perjalanan kok tidak ada petunjuk satupun dan tiba-tiba sudah sampai perbatasan Jawa Tengah. Padahal jalan raya Ngawi tersebut hanya mempunyai sedikit persimpangan, bisa-bisanya tidak ketemu. Karena malas untuk balik, terpaksa langsung dilanjutkan ke Yogya tanpa berhenti (kecuali di Pom Bensin Sukoharjo). Perjalanan Madiun-Yogyakarta ditempuh dalam waktu 4 jam dengan teman membonceng yang mengantuk, dan perjalanan pun berakhir karena sesampainya di Yogya saya langsung tepar (efek kurang tidur).

~ end ~

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan bertanya sepuasnya, apabila ingin tahu lebih jauh silakan PM saya