Pantai Timang |
Jalan terakhir yang harus dilewati adalah berupa jalan yang ditata dari batu. Jalan tersebut bukanlah terdiri dari batu-batu berwarna hitam yang sudah ditata dengan rapi, melainkan batu-batu karang (atau kapur ???) yang berwarna putih dan letaknya benar-benar tidak teratur (beberapa teratur kok, namanya aja ada yang membuat). Kalau jalannya lurus saja sebenarnya tidak masalah, yang menjadi masalah adalah ada beberapa bagian jalan yang jalannya menurun cukup miring ditambah adanya batu yang agak nongol di tengah dengan lokasi yang acak tak menentu. Hal tersebut semakin menjadi-jadi karena ditambah badan yang seperti jungkat-jungkit yang didorong oleh beban (teman yang membonceng) dari belakang.
Apa yang membuat saya untuk berkunjung ke pantai yang menurutnya biasa saja (maklum dah terlalu sering ke pantai-pantai di daerah tersebut) dan memerlukan pengorbanan yang cukup banyak? Sebenarnya yang saya cari bukanlah pantainya, melainkan pulau yang ada di dekat pantai tersebut. Ketika laut sudah terlihat, pulau yang dimaksud belumlah terlihat. Ketika sampai di tempat parkir pun (sebenarnya tidak ada tempat parkir, jadi parkirnya di ujung jalan yang ada) pulau yang dimaksud tetap tidak terlihat. Ketika naik ke puncak bukit terdekat yang ada tempat berteduh pun pulau tersebut tidak terlihat. Untuk melihat pulau tersebut haruslah lewat pantai (tapi kurang bagus) atau di sisi bukit (jangan langsung menuju ke puncak bukit kalau tidak mau capek).
Pulau Timang (saya sebut Pulau Timang walau sepertinya penduduk sekitar punya sebutan sendiri) merupakan pulau karang yang tandus yang cukup kecil. Kalau pulau karang yang kecil sih saya juga sering melihatnya, yang istimewa adalah adanya alat yang menghubungkan pulau Jawa dengan pulau Timang ini (walau sebenarnya masih bisa disebut bagian Pulau Jawa). Alat yang dimaksud bukanlah jembatan, tapi kereta (kursi) gantung yang mirip dengan yang ada di area permainan ski. Bedanya kalau yang ini digerakkan dengan tenaga manusia dan tingkat keamanannya sangat tidak terjamin.
Tentu saja ketika sampai di sini saya ingin segera menaikinya tapi bingung cara menggerakannya. Dicoba ditarik kok tidak bergerak, mencari-cari sesuatu yang bisa membuatnya bergerak kok tidak ada, terpaksa harus bertanya dengan orang yang ada di sekitar situ dan turun ke pantai. Di pantai terdapat ibu-ibu yang sedang mencari kayu. Ibu itu bercerita tentang mahasiswa UGM yang beberapa waktu sebelumnya KKN di tempat tersebut dan bercerita tentang mbak KKN (lupa namanya) yang katanya cantik, baik (katanya suka memberi baju dll yang dibawa dari rumahnya), dan mau makan tiwul. Ibu-ibu itu bercerita seolah-olah saya kenal dengan mbak-mbak tersebut dan membanggakannya (tidak seperti KKN saya :p).
Kursi Gantung |
Setelah bertanya tentang kursi gantung, ternyata ya memang harus ditarik sendiri. Ibu itu juga menceritakan bahwa yang sering membantu menarik pernah jatuh dari atas tebing dan selamat bisa naik ke atas lagi. Setelah balik dan dicoba lagi ternyata memang bisa bergerak tapi dengan tenaga ekstra (berat). Karena benar-benar bisa digerakkan, saya meminta teman saya untuk membantu menariknya tapi tidak bersedia membantu karena takut terjadi apa-apa terhadap saya. Tapi karena ego saya yang masih besar, saya tetap memaksanya dan tetap tidak mau, sehingga diputuskan untuk menanyakan bapak penjaganya. Dan ternyata penjaganya bilang kalau kursi itu sudah rusak (menghancurkan harapan saya) kalau ditarik ke selatan terasa berat, memang katrolnya sudah berkarat (maklum terkena garam terus). Karena hal tersebut, terpaksa saya harus pulang :-(.
Walau bilang rusak, tapi karena rusaknya cuma karena berat untuk menariknya (tidak rusak beneran), membuat saya ingin ke sana lagi untuk benar-benar mencoba kursi tersebut. Kalau ingin pergi ke tempat ini siapkan kendaraan dalam kondisi prima dan berharap ban tidak bocor di jalan pantainya karena harus berjalan balik cukup jauh (anggap saja 4 km). Selain itu berharap juga tidak hujan atau sehabis hujan, karena batu-batu tersebut cukup licin (pas pulang saya kehujanan, untungnya sudah memasuki dusun terakhir walau jalannya masih berbatu-batu). Dan karena terlalu sering menjaga rem di jalan berbatu jari tangan saya sampai sulit untuk ditekuk buat ngerem.
Jalan menuju pantai |
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan bertanya sepuasnya, apabila ingin tahu lebih jauh silakan PM saya